Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) mengajak negara-negara anggota G20 bekerja sama untuk mengatasi kesenjangan kapasitas di sektor kesehatan.
"Kesenjangan kapasitas kesehatan tidak dapat dibiarkan. Negara berkembang perlu kemitraan yang memberdayakan," katanya saat membuka sesi kedua Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Nusa Dua, Bali, Selasa.
Di hadapan 17 pemimpin negara anggota G20 dan pemimpin organisasi internasional seperti Organisasi Kesehatan Dunia dan Bank Dunia, Presiden Jokowi meminta negara-negara maju yang menjadi anggota G20 menempatkan negara-negara berkembang sebagai bagian dari solusi persoalan-persoalan kesehatan.
"Negara berkembang harus menjadi bagian rantai pasok kesehatan global, termasuk pusat manufaktur dan riset," katanya saat menyampaikan sambutan pada sesi kerja kedua KTT G20 yang menyoroti arsitektur kesehatan global.
Dia mengatakan bahwa kesenjangan kapasitas di sektor kesehatan dapat ditekan apabila negara-negara maju dan para pemilik modal meningkatkan investasi di sektor kesehatan di negara-negara berkembang serta memperkuat kerja sama riset dengan negara berkembang.
"Kerja sama riset dan transfer teknologi diperkuat, dan akses bahan baku produksi untuk negara berkembang diperluas. Selain itu, TRIPS Waiver harus diperluas pada semua solusi kesehatan, termasuk diagnostik dan terapeutik. WHO juga harus merealisasikan komitmennya terkait hubs dan spokes solusi kesehatan," katanya.
Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) Waiver adalah skema pemerataan vaksin yang diusulkan oleh India dan Afrika Selatan dalam pertemuan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) pada 2 Oktober 2020.
Dua negara anggota G20 itu mendesak WTO melepaskan kewajiban melindungi hak atas kekayaan intelektual terkait pencegahan, kesiapsiagaan, dan pengobatan COVID-19. WTO menyepakati usul TRIPS Waiver pada Juni 2022.
Presiden Jokowi ingin memanfaatkan momentum itu dan kepemimpinan Indonesia di G20 untuk memperluas penerapan TRIPS Waiver dalam penanganan masalah kesehatan yang lain, tidak terbatas pada COVID-19 saja, mengingat dunia saat ini menghadapi berbagai ancaman kesehatan.
Sementara itu, hubs (sentra) dan spokes (penghubung) merupakan skema distribusi vaksin yang dimulai dari titik produksi, bandar udara sebagai sentra, sampai fasilitas pelayanan kesehatan terkecil yang ada di suatu negara.
Dalam sesi kedua KTT G20, Presiden Jokowi meminta WHO merealisasikan komitmennya terkait penguatan kapasitas hubs dan spokes negara-negara sebagai bagian dari upaya memperkuat arsitektur kesehatan dunia.
"Dunia tidak boleh mengulang kesalahan saat pandemi COVID-19. Ini adalah perjalanan berharga untuk menyiapkan dunia dari darurat kesehatan global. Never again (jangan terulang lagi) harus menjadi mantra kita bersama," kata Presiden Jokowi sebelum mengakhiri sambutan.
Baca juga:
WHO: Kolaborasi G20 mendorong peningkatan sistem kesehatan global
CISDI: Pandemic Fund upaya strategis tutup ketimpangan dana kesehatan
"Kesenjangan kapasitas kesehatan tidak dapat dibiarkan. Negara berkembang perlu kemitraan yang memberdayakan," katanya saat membuka sesi kedua Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Nusa Dua, Bali, Selasa.
Di hadapan 17 pemimpin negara anggota G20 dan pemimpin organisasi internasional seperti Organisasi Kesehatan Dunia dan Bank Dunia, Presiden Jokowi meminta negara-negara maju yang menjadi anggota G20 menempatkan negara-negara berkembang sebagai bagian dari solusi persoalan-persoalan kesehatan.
"Negara berkembang harus menjadi bagian rantai pasok kesehatan global, termasuk pusat manufaktur dan riset," katanya saat menyampaikan sambutan pada sesi kerja kedua KTT G20 yang menyoroti arsitektur kesehatan global.
Dia mengatakan bahwa kesenjangan kapasitas di sektor kesehatan dapat ditekan apabila negara-negara maju dan para pemilik modal meningkatkan investasi di sektor kesehatan di negara-negara berkembang serta memperkuat kerja sama riset dengan negara berkembang.
"Kerja sama riset dan transfer teknologi diperkuat, dan akses bahan baku produksi untuk negara berkembang diperluas. Selain itu, TRIPS Waiver harus diperluas pada semua solusi kesehatan, termasuk diagnostik dan terapeutik. WHO juga harus merealisasikan komitmennya terkait hubs dan spokes solusi kesehatan," katanya.
Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) Waiver adalah skema pemerataan vaksin yang diusulkan oleh India dan Afrika Selatan dalam pertemuan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) pada 2 Oktober 2020.
Dua negara anggota G20 itu mendesak WTO melepaskan kewajiban melindungi hak atas kekayaan intelektual terkait pencegahan, kesiapsiagaan, dan pengobatan COVID-19. WTO menyepakati usul TRIPS Waiver pada Juni 2022.
Presiden Jokowi ingin memanfaatkan momentum itu dan kepemimpinan Indonesia di G20 untuk memperluas penerapan TRIPS Waiver dalam penanganan masalah kesehatan yang lain, tidak terbatas pada COVID-19 saja, mengingat dunia saat ini menghadapi berbagai ancaman kesehatan.
Sementara itu, hubs (sentra) dan spokes (penghubung) merupakan skema distribusi vaksin yang dimulai dari titik produksi, bandar udara sebagai sentra, sampai fasilitas pelayanan kesehatan terkecil yang ada di suatu negara.
Dalam sesi kedua KTT G20, Presiden Jokowi meminta WHO merealisasikan komitmennya terkait penguatan kapasitas hubs dan spokes negara-negara sebagai bagian dari upaya memperkuat arsitektur kesehatan dunia.
"Dunia tidak boleh mengulang kesalahan saat pandemi COVID-19. Ini adalah perjalanan berharga untuk menyiapkan dunia dari darurat kesehatan global. Never again (jangan terulang lagi) harus menjadi mantra kita bersama," kata Presiden Jokowi sebelum mengakhiri sambutan.
Baca juga:
WHO: Kolaborasi G20 mendorong peningkatan sistem kesehatan global
CISDI: Pandemic Fund upaya strategis tutup ketimpangan dana kesehatan
Anda dapat menterjemahkan, menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).
Sumber: ANTARA