Inisiatif Indonesia terkait ketahanan pangan yang diajukan dalam sesi Arsitektur Kesehatan Global, yang merupakan bagian dari rangkaian pertemuan kedua Sherpa G20, mendapatkan apresiasi dan antusiasme dari para peserta acara, yakni negara-negara anggota G20, negara undangan, dan sejumlah organisasi internasional.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono, dalam konferensi pers sesi Arsitektur Kesehatan Global di Labuan Bajo, NTT, Minggu, tuan rumah Indonesia mengajukan concrete deliverables terkait inisiatif untuk memperkuat pertahanan pangan di negara pulau-pulau kecil, Fiji adalah salah satunya.
“Mereka sangat antusias terutama ingin mengelaborasi hal-hal yang terkait ide concrete deliverables mengenai penguatan ketahanan pangan di pulau-pulau kecil,” katanya.
Inisiatif tersebut mencakup fokus dalam pembangunan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan dan juga membuat demo-demo pertanian di negara-negara tersebut. Dengan demikian, terjadi transformasi dan inovasi teknologi yang diberikan dari negara-negara maju.
“Termasuk kita, Indonesia pun secara sendiri juga melalui kerja sama-kerja sama jangka pendek berkontribusi cukup besar beberapa tahun terakhir,” kata Kasdi.
Kerja sama itu, lanjutnya, termasuk mengirim ahli dari Indonesia ke Fiji dan mengundang petani untuk mendapatkan pelatihan.
“Contohnya yang sudah kita lakukan beberapa tahun lalu di Balai Besar Penelitian kita di Subang, Jawa Barat. Kita undang petani-petani Afrika untuk pelatihan di sana mengenai padi,” tambahnya.
Selain itu, Indonesia juga mendapat apresiasi terkait usulan yang sempat disampaikan soal transparansi dalam perdagangan pangan.
“Itu juga diapresiasi dan banyak sekali yang menyepakati dan menyetujui itu,” kata Kasdi.
Harapan untuk perdagangan pangan yang transparan juga disuarakan oleh para peserta lain. Di luar itu, para peserta juga mengharapkan adanya perdagangan yang bisa diprediksi.
Lebih lanjut, Kasdi menerangkan bahwa dalam sesi pertemuan tersebut, pihaknya melaporkan sejumlah hal termasuk pelaksanaan Agriculture Working Group Deputy’s Meeting pertama yang sudah dilaksanakan pada 30-31 Maret lalu.
“Topik-topik yang kita bahas selama ini pertama berkaitan dengan produksi pangan kita dan juga pangan global,” katanya.
Pembahasan kedua yakni terkait keamanan dan kemandirian pangan, lalu ada juga pembahasan distribusi pangan dari satu negara ke negara lain.
Sampah dan kerugian pangan, terkait kehilangan pangan pada masa panen dan makanan siap makan juga menjadi salah satu topik pembahasan dalam Kelompok Kerja Pertanian.
Digitalisasi, pengembangan sistem informasi pasar pertanian, dan penempatan generasi muda serta perempuan juga disampaikan pada kesempatan yang telah berlangsung.
Pertemuan Sherpa G20 kedua diselenggarakan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, mulai 10 hingga 14 Juli.
Perwakilan dari 19 negara anggota G20, enam negara undangan, dan sembilan organisasi internasional telah hadir untuk mengikuti berbagai agenda yang mencakup tiga isu prioritas presidensi Indonesia di G20, serta kunjungan ke sejumlah lokasi di Labuan Bajo seperti Taman Nasional Komodo dan Pulau Padar.
Sementara itu, satu negara anggota mengikuti kegiatan secara virtual yakni Amerika Serikat.
Agenda para sherpa G20 pada hari pertama mencakup sesi Arsitektur Kesehatan Global, di mana Kelompok Kerja Pertanian, Pariwisata, dan Kesehatan memberikan laporannya, sesi diskusi, sesi pertemuan-pertemuan bilateral, serta gelaran Sherpa Talks.
Baca juga: Menlu AS puji upaya Indonesia dorong hasil konkret di G20
Baca juga: G20 suarakan kekhawatiran tentang melonjaknya harga pangan, energi
Baca juga: Menlu RI, Inggris soroti isu ketahanan pangan
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono, dalam konferensi pers sesi Arsitektur Kesehatan Global di Labuan Bajo, NTT, Minggu, tuan rumah Indonesia mengajukan concrete deliverables terkait inisiatif untuk memperkuat pertahanan pangan di negara pulau-pulau kecil, Fiji adalah salah satunya.
“Mereka sangat antusias terutama ingin mengelaborasi hal-hal yang terkait ide concrete deliverables mengenai penguatan ketahanan pangan di pulau-pulau kecil,” katanya.
Inisiatif tersebut mencakup fokus dalam pembangunan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan dan juga membuat demo-demo pertanian di negara-negara tersebut. Dengan demikian, terjadi transformasi dan inovasi teknologi yang diberikan dari negara-negara maju.
“Termasuk kita, Indonesia pun secara sendiri juga melalui kerja sama-kerja sama jangka pendek berkontribusi cukup besar beberapa tahun terakhir,” kata Kasdi.
Kerja sama itu, lanjutnya, termasuk mengirim ahli dari Indonesia ke Fiji dan mengundang petani untuk mendapatkan pelatihan.
“Contohnya yang sudah kita lakukan beberapa tahun lalu di Balai Besar Penelitian kita di Subang, Jawa Barat. Kita undang petani-petani Afrika untuk pelatihan di sana mengenai padi,” tambahnya.
Selain itu, Indonesia juga mendapat apresiasi terkait usulan yang sempat disampaikan soal transparansi dalam perdagangan pangan.
“Itu juga diapresiasi dan banyak sekali yang menyepakati dan menyetujui itu,” kata Kasdi.
Harapan untuk perdagangan pangan yang transparan juga disuarakan oleh para peserta lain. Di luar itu, para peserta juga mengharapkan adanya perdagangan yang bisa diprediksi.
Lebih lanjut, Kasdi menerangkan bahwa dalam sesi pertemuan tersebut, pihaknya melaporkan sejumlah hal termasuk pelaksanaan Agriculture Working Group Deputy’s Meeting pertama yang sudah dilaksanakan pada 30-31 Maret lalu.
“Topik-topik yang kita bahas selama ini pertama berkaitan dengan produksi pangan kita dan juga pangan global,” katanya.
Pembahasan kedua yakni terkait keamanan dan kemandirian pangan, lalu ada juga pembahasan distribusi pangan dari satu negara ke negara lain.
Sampah dan kerugian pangan, terkait kehilangan pangan pada masa panen dan makanan siap makan juga menjadi salah satu topik pembahasan dalam Kelompok Kerja Pertanian.
Digitalisasi, pengembangan sistem informasi pasar pertanian, dan penempatan generasi muda serta perempuan juga disampaikan pada kesempatan yang telah berlangsung.
Pertemuan Sherpa G20 kedua diselenggarakan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, mulai 10 hingga 14 Juli.
Perwakilan dari 19 negara anggota G20, enam negara undangan, dan sembilan organisasi internasional telah hadir untuk mengikuti berbagai agenda yang mencakup tiga isu prioritas presidensi Indonesia di G20, serta kunjungan ke sejumlah lokasi di Labuan Bajo seperti Taman Nasional Komodo dan Pulau Padar.
Sementara itu, satu negara anggota mengikuti kegiatan secara virtual yakni Amerika Serikat.
Agenda para sherpa G20 pada hari pertama mencakup sesi Arsitektur Kesehatan Global, di mana Kelompok Kerja Pertanian, Pariwisata, dan Kesehatan memberikan laporannya, sesi diskusi, sesi pertemuan-pertemuan bilateral, serta gelaran Sherpa Talks.
Baca juga: Menlu AS puji upaya Indonesia dorong hasil konkret di G20
Baca juga: G20 suarakan kekhawatiran tentang melonjaknya harga pangan, energi
Baca juga: Menlu RI, Inggris soroti isu ketahanan pangan
Anda dapat menterjemahkan, menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).
Sumber: ANTARA