Hamparan laut biru terlihat sejauh mata memandang dan pulau-pulau kecil yang menghiasi pemandangan pada Selasa (13/7) menjadi pengawal hari yang penuh kegiatan bagi para peserta Pertemuan Sherpa ke-2 G20 di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Para peserta berkumpul di dermaga hotel Ayana, Labuan Bajo, tak lama usai matahari terbit untuk memulai kegiatan dengan menanam koral di lokasi tersebut.
Memakai topi dengan pelindung wajah serta penutup tangan untuk mengurangi sengatan matahari, satu persatu sherpa --sebutan bagi perwakilan negara anggota G20, perwakilan dari negara undangan dan berbagai organisasi internasional menautkan koral ke sebuah rangka untuk kemudian ditanam di laut.
Pada hari ketiga rangkaian kegiatan 2nd Sherpa Meeting G20, Selasa (12/7), agenda yang padat menanti para delegasi.
Berbagai kegiatan itu bukan hanya dirancang untuk melepas penat para delegasi usai berdiskusi dan bernegosiasi selama dua hari penuh, tetapi juga bertujuan untuk menumbuhkan kebersamaan dan persatuan.
“Informality, inclusiveness, communication, itu adalah tiga elemen yang sangat penting untuk menyatukan mereka,” kata Edi Prio Pambudi, Co-Sherpa G20, yang juga merupakan Deputi Kerja Sama Ekonomi Internasional di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
Dia menjelaskan bahwa suasana yang santai bukan berarti tak ada pembicaraan serius, justru dengan seperti itu para delegasi dapat kian berbaur dan saling berbicara, di luar forum yang formal.
Usai menanam koral, sejumlah perahu motor (speed boat) menanti untuk membawa mereka mengunjungi berbagai pulau di kawasan Manggarai Barat, termasuk Pulau Messa.
Lima perahu motor telah disiapkan, masing-masing dilengkapi dengan pekerja kesehatan yang siaga melayani para peserta. Bahkan, seorang dokter ahli jantung juga disertakan dalam rombongan tersebut.
Usai menempuh perjalanan selama kurang lebih 30 menit, dari kejauhan, para peserta melihat jajaran panel surya pembangkit listrik bagi para penduduk pulau yang semuanya berprofesi sebagai nelayan. Panel-panel yang didirikan PT PLN pada 2019 itu dapat menghasilkan energi listrik dengan kapasitas 530 kWp.
Sejumlah peserta bahkan ikut turun untuk memberikan bantuan kepada warga sekitar. Mereka adalah sherpa Italia dan India, yang mewakili presidensi G20 sebelum dan sesudah Indonesia, serta peserta dari Fiji sebagai perwakilan negara kepulauan dan negara undangan di pertemuan tersebut.
Menurut Edi, kunjungan ke Pulau Messa merupakan upaya untuk menunjukkan upaya konkret dan praktis dari Indonesia. Selain itu, juga untuk membawa bantuan bagi masyarakat setempat.
“Dan mereka melihat bahwa ‘Oh, ternyata dari G20 memberi perhatian kepada tempat-tempat yang selama ini kurang mendapat perhatian juga',” ujarnya.
Meski tak semua peserta turut menginjakkan kaki di pulau tersebut, kesan yang ditinggalkan tak kalah besar. Sherpa Rusia, Svetlana Lukash, mengatakan bahwa apa yang disaksikannya dalam perjalanan itu merupakan cerminan dari budaya, alam dan kemajuan teknologi Indonesia.
“Terutama seperti di Pulau Messa, di mana PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) telah membuka jalan bagi orang-orang untuk memperbaiki kehidupan mereka dan menikmati teknologi yang modern. Ini sangat mengesankan dan membuat kita semua percaya bahwa kemajuan itu terjadi dan tak ada satupun yang tertinggal di belakang,” ucap perempuan yang juga merupakan Wakil Kepala Direktorat Staf Ahli Kepresidenan Rusia itu.
Dia menambahkan bahwa perbaikan dalam kehidupan masyarakat akan menjadi hasil berbagai kegiatan G20 dan upaya yang dilakukan oleh presidensi Indonesia di G20.
Taman Nasional Komodo (TNK), salah satu ikon pariwisata Indonesia, menjadi tujuan selanjutnya. Dengan dipandu ranger setempat, para peserta memulai perjalanan rute pendek ke dalam taman yang dinobatkan sebagai Warisan Alam Dunia (World Natural Heritage) pada 1991 itu.
Mereka tampak serius mendengarkan arahan dan penjelasan dari para ranger TNK. Sesekali mereka berhenti untuk mengambil gambar komodo dari jauh, meski tak banyak yang tampak di sekitar rute perjalanan mengingat saat ini satwa tersebut tengah memasuki musim kawin.
Bagi Nicholas Klinger, Sous-Sherpa Amerika Serikat yang juga Direktur Urusan Global dan Diplomasi Multilateral dari Dewan Keamanan Nasional AS, perjalanan itu adalah sesuatu yang tak terlupakan.
“Ini adalah kali pertama saya berada di Indonesia, kali pertama di Labuan Bajo, bahkan kali pertama mengetahui keberadaan Labuan Bajo. Jadi ini sungguh adalah kesempatan untuk melihat dan menjelajahi sesuatu yang saya tak pernah tahu keberadaannya. Perjalanan kemarin benar-benar mengagumkan, dimulai dari Taman Nasional Komodo, di mana kami melihat sejumlah komodo, itu benar-benar menyenangkan,” kata Klinger saat dijumpai pada hari terakhir kegiatan.
Dia mengatakan bahwa bagian dari presidensi G20 adalah kesempatan bagi negara yang memegang kedudukan tersebut untuk memperkenalkan berbagai kekayaan budayanya.
“Dari perspektif G20, di sini juga adalah tempat di mana hubungan antara para mitra di G20 terbentuk, ini juga adalah pengalaman untuk menjadi lebih akrab dengan satu sama lain,” tambahnya.
Selepas menikmati makan siang di pinggir laut Taman Nasional Komodo, para delegasi melanjutkan perjalanan menuju Long Pink Beach di pulau Padar.
Wajah-wajah peserta tampak sumringah saat menginjakkan kaki di pantai pasir berwarna kemerahan itu. Mereka juga disambut dengan air yang begitu jernih di bibir pantai.
Keindahan laut pantai Manggarai Barat menggoda sejumlah peserta untuk berenang, bahkan salah satu dari mereka memilih untuk turun dari kapal terlebih dahulu dan berenang hingga mencapai daratan.
Para peserta juga berkesempatan "mengisi energi" dengan bersantai dan menikmati makanan kecil di Long Pink Beach, karena lebih dari 800 anak tangga telah menunggu mereka di Pulau Padar.
Kurang dari 30 menit berperahu motor, rombongan tiba di dermaga pulau tersebut. Mereka memulai pendakian menuju puncak yang menjanjikan pemandangan yang tak kalah indahnya.
Jong Hyun Choi, ketua delegasi Korea Selatan, mengaku terkesima dengan pemandangan dari atas. Dia bahkan berniat untuk merekomendasikan destinasi wisata itu ke seluruh komunitas global.
“Saat saya tiba di puncak bukit, wow, itu adalah salah satu hal terbaik yang saya lakukan akhir-akhir ini,” ujarnya.
Lagi-lagi, kegiatan mendaki pulau Padar bukan sekedar menjelajah. Seperti kearifan Indonesia, semua kegiatan mengandung makna yang sarat dengan nilai-nilai G20.
“Memang kita desain acara ini bahkan naik ke gunung Padar, itu bentuk sebuah exercise. Bahwa G20 itu bentuknya summit tree, dari bawah sampai ke atas, jadi kita mencoba exercise semua, ayo bisa tidak kita sampai ke puncak,” jelas Edi Pambudi.
“Walaupun jalannya terjal, berat, kita harus bersama-sama, dan itu yang kita lakukan di sini untuk memberikan filosofi bahwa kita harus bersama-sama.”
Tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia mengemban tugas presidensi G20 tahun ini dengan berbagai tantangan yang tak diprediksi sebelumnya. Berbagai perubahan dan adaptasi harus dilakoni guna memastikan presidensi Indonesia berakhir dengan hasil memuaskan dan Indonesia dapat memenuhi semua amanat yang diemban.
Edi mengatakan di penghujung pertemuan ke-2 sherpa G20 itu ada perkembangan baik yang terlihat dalam kegiatan tersebut.
Kata sherpa diambil dari salah satu suku di Nepal dan Tibet yang hidup di pegunungan Himalaya. Mereka dikenal sebagai pemandu yang ahli di kawasan itu karena mereka begitu cakap dalam mendaki dan sangat memahami medan yang akan dilalui.
Indonesia berharap dapat menuntun negara-negara G20 menuju satu konsensus yang menyatukan 20 negara dan kawasan ekonomi terbesar di dunia demi kehidupan masyarakat global yang lebih baik dan sejahtera.
Baca juga: Indonesia tekankan implementasi ekonomi berkelanjutan di G20
Baca juga: Sherpa G20 dorong transisi energi yang transparan
Baca juga: Delegasi Sherpa G20 diajak cairkan suasana dengan mendaki Bukit Padar
Para peserta berkumpul di dermaga hotel Ayana, Labuan Bajo, tak lama usai matahari terbit untuk memulai kegiatan dengan menanam koral di lokasi tersebut.
Memakai topi dengan pelindung wajah serta penutup tangan untuk mengurangi sengatan matahari, satu persatu sherpa --sebutan bagi perwakilan negara anggota G20, perwakilan dari negara undangan dan berbagai organisasi internasional menautkan koral ke sebuah rangka untuk kemudian ditanam di laut.
Pada hari ketiga rangkaian kegiatan 2nd Sherpa Meeting G20, Selasa (12/7), agenda yang padat menanti para delegasi.
Berbagai kegiatan itu bukan hanya dirancang untuk melepas penat para delegasi usai berdiskusi dan bernegosiasi selama dua hari penuh, tetapi juga bertujuan untuk menumbuhkan kebersamaan dan persatuan.
“Informality, inclusiveness, communication, itu adalah tiga elemen yang sangat penting untuk menyatukan mereka,” kata Edi Prio Pambudi, Co-Sherpa G20, yang juga merupakan Deputi Kerja Sama Ekonomi Internasional di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
Dia menjelaskan bahwa suasana yang santai bukan berarti tak ada pembicaraan serius, justru dengan seperti itu para delegasi dapat kian berbaur dan saling berbicara, di luar forum yang formal.
Usai menanam koral, sejumlah perahu motor (speed boat) menanti untuk membawa mereka mengunjungi berbagai pulau di kawasan Manggarai Barat, termasuk Pulau Messa.
Lima perahu motor telah disiapkan, masing-masing dilengkapi dengan pekerja kesehatan yang siaga melayani para peserta. Bahkan, seorang dokter ahli jantung juga disertakan dalam rombongan tersebut.
Usai menempuh perjalanan selama kurang lebih 30 menit, dari kejauhan, para peserta melihat jajaran panel surya pembangkit listrik bagi para penduduk pulau yang semuanya berprofesi sebagai nelayan. Panel-panel yang didirikan PT PLN pada 2019 itu dapat menghasilkan energi listrik dengan kapasitas 530 kWp.
Sejumlah peserta bahkan ikut turun untuk memberikan bantuan kepada warga sekitar. Mereka adalah sherpa Italia dan India, yang mewakili presidensi G20 sebelum dan sesudah Indonesia, serta peserta dari Fiji sebagai perwakilan negara kepulauan dan negara undangan di pertemuan tersebut.
Menurut Edi, kunjungan ke Pulau Messa merupakan upaya untuk menunjukkan upaya konkret dan praktis dari Indonesia. Selain itu, juga untuk membawa bantuan bagi masyarakat setempat.
“Dan mereka melihat bahwa ‘Oh, ternyata dari G20 memberi perhatian kepada tempat-tempat yang selama ini kurang mendapat perhatian juga',” ujarnya.
Meski tak semua peserta turut menginjakkan kaki di pulau tersebut, kesan yang ditinggalkan tak kalah besar. Sherpa Rusia, Svetlana Lukash, mengatakan bahwa apa yang disaksikannya dalam perjalanan itu merupakan cerminan dari budaya, alam dan kemajuan teknologi Indonesia.
“Terutama seperti di Pulau Messa, di mana PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) telah membuka jalan bagi orang-orang untuk memperbaiki kehidupan mereka dan menikmati teknologi yang modern. Ini sangat mengesankan dan membuat kita semua percaya bahwa kemajuan itu terjadi dan tak ada satupun yang tertinggal di belakang,” ucap perempuan yang juga merupakan Wakil Kepala Direktorat Staf Ahli Kepresidenan Rusia itu.
Dia menambahkan bahwa perbaikan dalam kehidupan masyarakat akan menjadi hasil berbagai kegiatan G20 dan upaya yang dilakukan oleh presidensi Indonesia di G20.
Taman Nasional Komodo (TNK), salah satu ikon pariwisata Indonesia, menjadi tujuan selanjutnya. Dengan dipandu ranger setempat, para peserta memulai perjalanan rute pendek ke dalam taman yang dinobatkan sebagai Warisan Alam Dunia (World Natural Heritage) pada 1991 itu.
Mereka tampak serius mendengarkan arahan dan penjelasan dari para ranger TNK. Sesekali mereka berhenti untuk mengambil gambar komodo dari jauh, meski tak banyak yang tampak di sekitar rute perjalanan mengingat saat ini satwa tersebut tengah memasuki musim kawin.
Bagi Nicholas Klinger, Sous-Sherpa Amerika Serikat yang juga Direktur Urusan Global dan Diplomasi Multilateral dari Dewan Keamanan Nasional AS, perjalanan itu adalah sesuatu yang tak terlupakan.
“Ini adalah kali pertama saya berada di Indonesia, kali pertama di Labuan Bajo, bahkan kali pertama mengetahui keberadaan Labuan Bajo. Jadi ini sungguh adalah kesempatan untuk melihat dan menjelajahi sesuatu yang saya tak pernah tahu keberadaannya. Perjalanan kemarin benar-benar mengagumkan, dimulai dari Taman Nasional Komodo, di mana kami melihat sejumlah komodo, itu benar-benar menyenangkan,” kata Klinger saat dijumpai pada hari terakhir kegiatan.
Dia mengatakan bahwa bagian dari presidensi G20 adalah kesempatan bagi negara yang memegang kedudukan tersebut untuk memperkenalkan berbagai kekayaan budayanya.
“Dari perspektif G20, di sini juga adalah tempat di mana hubungan antara para mitra di G20 terbentuk, ini juga adalah pengalaman untuk menjadi lebih akrab dengan satu sama lain,” tambahnya.
Selepas menikmati makan siang di pinggir laut Taman Nasional Komodo, para delegasi melanjutkan perjalanan menuju Long Pink Beach di pulau Padar.
Wajah-wajah peserta tampak sumringah saat menginjakkan kaki di pantai pasir berwarna kemerahan itu. Mereka juga disambut dengan air yang begitu jernih di bibir pantai.
Keindahan laut pantai Manggarai Barat menggoda sejumlah peserta untuk berenang, bahkan salah satu dari mereka memilih untuk turun dari kapal terlebih dahulu dan berenang hingga mencapai daratan.
Para peserta juga berkesempatan "mengisi energi" dengan bersantai dan menikmati makanan kecil di Long Pink Beach, karena lebih dari 800 anak tangga telah menunggu mereka di Pulau Padar.
Kurang dari 30 menit berperahu motor, rombongan tiba di dermaga pulau tersebut. Mereka memulai pendakian menuju puncak yang menjanjikan pemandangan yang tak kalah indahnya.
Jong Hyun Choi, ketua delegasi Korea Selatan, mengaku terkesima dengan pemandangan dari atas. Dia bahkan berniat untuk merekomendasikan destinasi wisata itu ke seluruh komunitas global.
“Saat saya tiba di puncak bukit, wow, itu adalah salah satu hal terbaik yang saya lakukan akhir-akhir ini,” ujarnya.
Lagi-lagi, kegiatan mendaki pulau Padar bukan sekedar menjelajah. Seperti kearifan Indonesia, semua kegiatan mengandung makna yang sarat dengan nilai-nilai G20.
“Memang kita desain acara ini bahkan naik ke gunung Padar, itu bentuk sebuah exercise. Bahwa G20 itu bentuknya summit tree, dari bawah sampai ke atas, jadi kita mencoba exercise semua, ayo bisa tidak kita sampai ke puncak,” jelas Edi Pambudi.
“Walaupun jalannya terjal, berat, kita harus bersama-sama, dan itu yang kita lakukan di sini untuk memberikan filosofi bahwa kita harus bersama-sama.”
Tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia mengemban tugas presidensi G20 tahun ini dengan berbagai tantangan yang tak diprediksi sebelumnya. Berbagai perubahan dan adaptasi harus dilakoni guna memastikan presidensi Indonesia berakhir dengan hasil memuaskan dan Indonesia dapat memenuhi semua amanat yang diemban.
Edi mengatakan di penghujung pertemuan ke-2 sherpa G20 itu ada perkembangan baik yang terlihat dalam kegiatan tersebut.
Kata sherpa diambil dari salah satu suku di Nepal dan Tibet yang hidup di pegunungan Himalaya. Mereka dikenal sebagai pemandu yang ahli di kawasan itu karena mereka begitu cakap dalam mendaki dan sangat memahami medan yang akan dilalui.
Indonesia berharap dapat menuntun negara-negara G20 menuju satu konsensus yang menyatukan 20 negara dan kawasan ekonomi terbesar di dunia demi kehidupan masyarakat global yang lebih baik dan sejahtera.
Baca juga: Indonesia tekankan implementasi ekonomi berkelanjutan di G20
Baca juga: Sherpa G20 dorong transisi energi yang transparan
Baca juga: Delegasi Sherpa G20 diajak cairkan suasana dengan mendaki Bukit Padar
Anda dapat menterjemahkan, menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).
Sumber: ANTARA