Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen menyatakan respon makroekonomi global sangat berperan dalam mengurangi skala dan ukuran kontraksi yang merupakan konsekuensi dari suatu krisis.
"Saya merasa yakin respon makroekonomi global berperan dalam mengurangi ukuran kontraksi," katanya dalam Forum G20 bertajuk Macroeconomic Policy Mix for Stability and Economic Recovery yang diikuti Antara di Jakarta, Jumat.
Yellen menuturkan hal ini menunjukkan bahwa pedoman respon atau tanggapan kebijakan terhadap suatu krisis perlu terus diperbarui dan dibangun.
Pembaruan pedoman tanggapan kebijakan terhadap suatu krisis dinilai akan mampu meminimalkan durasi dan keparahan resesi termasuk mengurangi konsekuensi ekonomi yang merugikan perusahaan dan individu.
Baca juga: Menkeu AS bakal desak G20 tetapkan pagu harga untuk minyak Rusia
"Sangat penting untuk membangun dan memperbarui pedoman tanggapan kebijakan yang bertujuan untuk meminimalkan durasi dan keparahan resesi," jelasnya.
Aspek tersebut merupakan salah satu pelajaran yang diambil Yellen setelah melihat kondisi global yang telah mengalami beberapa kali krisis termasuk pandemi COVID-19 serta perang Ukraina dan Rusia.
Menurut dia, sejauh ini banyak negara telah menerapkan respon fiskal yang besar dan melayani masyarakat berskala makro untuk mengurangi keparahan guncangan ekonomi yang berpotensi meluas.
Tak hanya itu, banyak negara juga membantu masyarakat di level mikro dengan tujuan mendukung individu, keluarga maupun perusahaan yang terkena dampak krisis.
Selama krisis keuangan global, banyak negara maju juga mendorong kebijakan moneter ke wilayah baru, mengadopsi kebijakan suku bunga negatif dan menerapkan pelonggaran kuantitatif atau quantitave easing.
"Bahkan dukungan likuiditas juga diberikan kepada pasar aset tertentu," ujar Yellen.
Baca juga: Yellen sebut perang Rusia dan Ukraina rugikan posisi fiskal global
Ia melanjutkan, banyak negara berkembang yang secara agresif memangkas suku bunga selama masa krisis pandemi COVID-19 dibandingkan pada guncangan global sebelumnya.
Berbagai hal tersebut menggambarkan bahwa suatu krisis memerlukan respon atau tanggapan kebijakan makroekonomi yang cepat dan tanggap untuk mencegah dampak lebih luas.
Meski demikian, ia tak memungkiri global tetap menerima dampak dari suatu krisis namun tidak akan terlalu parah selama pedoman tanggapan kebijakan terus diperbarui.
"Dampaknya terhadap ekonomi global sangat parah, tetapi tidak terlalu parah daripada yang seharusnya," katanya.
Baca juga: Menkeu AS puji kepemimpinan Sri Mulyani di Finance Track G20
Baca juga: Menkeu: Harga pangan global berpotensi naik 20 persen akhir 2022
"Saya merasa yakin respon makroekonomi global berperan dalam mengurangi ukuran kontraksi," katanya dalam Forum G20 bertajuk Macroeconomic Policy Mix for Stability and Economic Recovery yang diikuti Antara di Jakarta, Jumat.
Yellen menuturkan hal ini menunjukkan bahwa pedoman respon atau tanggapan kebijakan terhadap suatu krisis perlu terus diperbarui dan dibangun.
Pembaruan pedoman tanggapan kebijakan terhadap suatu krisis dinilai akan mampu meminimalkan durasi dan keparahan resesi termasuk mengurangi konsekuensi ekonomi yang merugikan perusahaan dan individu.
Baca juga: Menkeu AS bakal desak G20 tetapkan pagu harga untuk minyak Rusia
"Sangat penting untuk membangun dan memperbarui pedoman tanggapan kebijakan yang bertujuan untuk meminimalkan durasi dan keparahan resesi," jelasnya.
Aspek tersebut merupakan salah satu pelajaran yang diambil Yellen setelah melihat kondisi global yang telah mengalami beberapa kali krisis termasuk pandemi COVID-19 serta perang Ukraina dan Rusia.
Menurut dia, sejauh ini banyak negara telah menerapkan respon fiskal yang besar dan melayani masyarakat berskala makro untuk mengurangi keparahan guncangan ekonomi yang berpotensi meluas.
Tak hanya itu, banyak negara juga membantu masyarakat di level mikro dengan tujuan mendukung individu, keluarga maupun perusahaan yang terkena dampak krisis.
Selama krisis keuangan global, banyak negara maju juga mendorong kebijakan moneter ke wilayah baru, mengadopsi kebijakan suku bunga negatif dan menerapkan pelonggaran kuantitatif atau quantitave easing.
"Bahkan dukungan likuiditas juga diberikan kepada pasar aset tertentu," ujar Yellen.
Baca juga: Yellen sebut perang Rusia dan Ukraina rugikan posisi fiskal global
Ia melanjutkan, banyak negara berkembang yang secara agresif memangkas suku bunga selama masa krisis pandemi COVID-19 dibandingkan pada guncangan global sebelumnya.
Berbagai hal tersebut menggambarkan bahwa suatu krisis memerlukan respon atau tanggapan kebijakan makroekonomi yang cepat dan tanggap untuk mencegah dampak lebih luas.
Meski demikian, ia tak memungkiri global tetap menerima dampak dari suatu krisis namun tidak akan terlalu parah selama pedoman tanggapan kebijakan terus diperbarui.
"Dampaknya terhadap ekonomi global sangat parah, tetapi tidak terlalu parah daripada yang seharusnya," katanya.
Baca juga: Menkeu AS puji kepemimpinan Sri Mulyani di Finance Track G20
Baca juga: Menkeu: Harga pangan global berpotensi naik 20 persen akhir 2022
Anda dapat menterjemahkan, menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).
Sumber: ANTARA